WELCOME

Blog Kesehatan Lingkungan Urang Banjar

30/01/11

KADAR DEBU AMBIEN DI RUAS JALAN BANJARBARU MENURUN SETELAH PENERAPAN PERDA PROVINSI KALSEL NO. 3 TAHUN 2008


Sebelum penerapan Perda Provinsi Kalsel No. 3 tahun 2008 di Kalimantan Selatan khususnya Banjarbaru, jalan umum selain digunakan oleh angkutan publik juga digunakan oleh angkutan batubara. Setiap harinya, ribuan truk pengangkut batubara melewati jalan-jalan umum mengangkut jutaan ton batubara setiap tahunnya. Penggunaan ruas jalan umum untuk angkutan batubara telah menggangu kepentingan masyarakat banyak. Aktivitas ini sangat menggangu pengguna jalan lainnya, menimbulkan banyak kecelakaan, kerusakan jalan dan jembatan yang tentunya akan meningkatkan biaya pemeliharaan jalan dan jembatan, bahkan debunya telah mencemari lingkungan sekitar sepanjang jalan yang dilewati.  Disamping kerugian-kerugian yang dapat secara langsung dirasakan, juga terselip bahaya yang ditimbulkan oleh debu batubara yang dihasilkan pada saat batubara tersebut diangkut oleh truk-truk tersebut ketika melintas di jalan-jalan umum, adapun bahaya tersebut antara lain; Penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA), dan dalam jangka panjang akan berakibat pada kanker (kanker paru). Kebijakan yang mengizinkan angkutan batubara melintasi jalan umum ini juga telah melanggar ketentuan Undang – Undang RI Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan – ketentuan Pokok Pertambangan yang diperbaharui menjadi Undang - Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Di tahun 2005 tercatat jumlah unit angkutan batubara mencapai 2.473 unit per hari di Kab. Tapin, belum ditambah angkutan dari kabupaten lainnya, sedangkan berdasarkan pengamatan WALHI Kalsel di Kabupaten Banjar dan Banjarbaru tingkat kepadatan angkutan batubara perharinya tidak kurang dari 1.300 truk per hari. Sehingga menambah kepadatan arus lalu lintas di jalan umum yang juga diperuntukkan untuk angkutan umum dan jenis angkutan pribadi lainnya. Kemudian juga terdapat keluhan masyarakat sekitar yang sudah merasa terganggu dengan aktivitas angkutan tersebut.

Pada akhir tahun 2008 Pemerintah Provinsi mengeluarkan Peraturan Daerah No.3 Tentang Pelarangan Truk Angkutan Batubara dan Perkebunan melewati Jalan Umum yang sudah diberlakukan sejak tanggal 23 Juli 2009 yang berlaku efektif setahun kemudian banyak membawa manfaat, yaitu selain menurunnya intensitas terjadinya kecelakaan juga terhadap kadar debu di ruas jalan yang dilintasi oleh angkutan batubara tersebut.

Kadar debu di sepanjang Jalan H. Mistar Cokrokusumo Kota Banjarbaru sebelum penerapan Perda Provinsi Kalsel No. 3 Tahun 2008 semuanya telah melebihi nilai ambang batas (Wahdah, 2007) menurut PP No. 41 tahun 1999 yaitu 230 µg/m³. Setelah penerapan Perda Provinsi Kalsel No. 3 Tahun 2008 Tentang Pelarangan Truk Angkutan Batubara dan Perkebunan melewati Jalan Umum yang sudah diberlakukan sejak tanggal 23 Juli 2009 kadar debu mengalami penurunan, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.


Dari gambar  terlihat kadar debu setelah penerapan Perda Provinsi Kalsel No. 3 Tahun 2008 lebih rendah dibanding sebelumnya. Kadar debu tertinggi rata-rata sebelum dan sesudah penerapan perda terdapat pada lokasi Simpang Tiga Jalan H. Mistar Cokrokusumo dengan Jalan Trikora yaitu dari 1.604,72 µg/m³ menjadi 253,2 µg/m³. Pada lokasi terjadi penurunan yang sangat signifikan sebesar 84,2 %, pada lokasi lain seperti di depan Komplek Cahaya Ratu Elok Banjarbaru terjadi penurunan sebesar 78,1 %, semua kadar debunya adalah 446,71 µg/m³ menjadi 97,8 µg/m³,sedangkan di lokasi depan kampus Poltekkes Banjarmasin (di Jalan H. Mistar Cokrokusumo) terjadi penurunan sebesar 78,7 % yaitu dari 501,35 µg/m³ menjadi 106,7 µg/m³. Penurunan kadar debu terjadi pada seluruh titik pantau hal ini menunjukkan penerapan Perda Provinsi Kalsel No. 3 Tahun 2008 efektif menurunkan kadar debu di ruas Jalan H. Mistar Cokrokusumo.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar debu tersebut adalah.
1.       Arus lalu lintas sebelum penerapan Perda Provinsi Kalsel No. 3 Tahun 2008 lebih tinggi dari hasil pengukuran. Arus lalu lintas penelitian Wahdah sebesar 1131,6 smp/jam yang merupakan penjumlahan arus lalu lintas umum dengan truk angkutan batubara sedangkan hasil pengukuran 2010 sebesar 705 smp/jam. Tingginya arus lalu lintas pada penelitian Wahdah 2007 disebabkan oleh diizinkannya truk angkutan batubara melintas. 46,3 % dari arus lalu lintas pada penelitian Wahdah 2007 adalah truk angkutan batubara. Sedangkan arus lalu lintas pada pengukuran 2010 truk angkutan batubara tidak diizinkan melintas sehingga arus lalu lintas lebih rendah.Tingginya arus lalu lintas di suatu ruas jalan menyebabkan lebih besarnya hembusan angin oleh lintasan kendaraan, sehingga dispersi debu juga akan semakin besar.
Tetapi pada lokasi Simpang Jalan Trikora selain arus lalu lintas juga disebabkan kondisi jalan yang banyak terdapat material pasir dan tanah dan tempat berkumpulnya angkutan truk yang menunggu muatan pasir.
2.       Diizinkannya truk angkutan batubara melintas di jalan umum memungkinkan timbulnya ceceran batubara di jalan. Ceceran ini apabila terlindas oleh kendaraan lainnya dapat menyebabkan debu.
Hal lain yang memperkuat adalah suhu dan kelembaban udara, semakin tinggi suhu udara dan semakin rendah kelembaban maka dispersi debu juga akan semakin besar. Hasil penelitian Tahun 2010 ini menunjukkan bahwa suhu udara lebih tinggi dibanding suhu udara penelitian terdahulu (Suhu pada penelitian Wahdah 2007 = 29,8 ºC, sedangkan suhu pengukuran 2010 ini = 32,5 ºC, Kelembaban pada penelitian Wahdah 2007 = 87,7 % sedangkan kelembaban udara pengukuran 2010 = 79,9 %) pada kondisi demikian seharusnya debu hasil pengukuran sekarang lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 yang lalu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kadar debu yang terukur di ruas jalan penelitian ini sangat dipengaruhi oleh  banyaknya lintasan kendaraan atau arus lalu lintas.


Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar debu sebelum penerapan Perda Provinsi Kalsel No. 3 Tahun 2008 lebih tinggi dari kadar debu setelah penerapan Perda Provinsi Kalsel No. 3 Tahun 2008, sehingga diharapkan penerapan perda ini tetap dipertahankan. Dilakukan peningkatan pengawasan pada penerapan perda misalnya dengan melaksanakan inspeksi pada truk-truk yang melintas, karena masih terlihat truk yang melintas dengan muatan yang tertutup rapat sehingga tidak terlihat bahan muatan yang dibawa. Melakukan perbaikan jalan khususnya pada Simpang Jalan Trikora karena salah satu penyebab kadar debu terukur pada lokasi tersebut melebihi nilai ambang batas adalah  kondisi jalan yang banyak material pasir dan tanah.

Penulis ; 1) Yeti Agustina 2) Junaidi Poltekkes Banjarmasin di Banjarbaru

29/01/11

Gangguan Kesehatan Dan Gejala Penyakit Akibat Pencemaran Udara


Polutan udara menimbulkan masalah kesehatan pada tubuh manusia, dan paling sering dihubungkan dengan pabrik, industri, bencana alam, buangan kendaraan bermotor, asap rokok, bahan bakar bersumber dari dapur, dll.

Efek polusi udara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: efek jangka pendek atau akut dan efek jangka panjang atau kronik.

Gangguan kesehatan dan gejala yang dapat timbul karena pencemaran udara meliputi:
1.    Bersifat Karsinogenik, yaitu
a.    Acrylonitrite, dapat menimbulkan kanker paru. Secara kronik dapat menimbulkan dermatitis,
b.    Arsenic, dapat menimbulkan kanker paru, disamping itu dampak secara kronik bervariasi, seperti dermatitis, mucosa memberance, dll.
c.    Chromium dapat menimbulkan kanker paru, disamping itu dapat menyebabkan irritasi akut dapat menimbulkan dermatitis.
d.    Nickel, dapat menimbulkan kanker paru, disamping itu dapat menimbulkan gangguan pernapasan, astma, dan dermatitis.
e.    Polynuclear aromatic Hydrocarbons, dapat menimbulkan kanker paru.
f.     Asbestos, dapat menimbulkan kanker paru. Disamping itu dapat menimbulkan mesothelioma
g.    Radon, dapat menimbulkan kanker paru. Disamping itu dapat pula menimbulkan gangguan syarat,
h.    Benzene dapat menyebabkan leukemia. saluran pernafasan, anemia, dll
i.      Vynyl Chloride dapat menimbulkan kanker liver atau organ lain.
2.    Bersifat toksik dan menimbulkan gangguan kesehatan,  antara lain:
a.    Keracunan Sulfur dioksida (SO2), seperti Pharingitis, bronchitis, ashma, dan gangguan nafas. Gejala yang ditimbulkannya dapat bersifat akut, yaitu: Sesak nafas, iritasi mata.
b.    Keracunan Karbon monoksida (CO), dapat berupa gangguan pada proses oksigenisasi dalam tubuh. Gejala yang ditimbulkan dapat bersifat akut: Sakit kepala, mual, sesak nafas/nafas tidak teratur, suhu badan turun, shock, dan oedema paru.
Pengaruh CO terhadap tubuh terutama disebabkan karena reaksi antara CO dengan haemoglobin ( Hb) di dalam darah. Haemoglobin di dalam darah secara normal berfungsi dalam sistem transport untuk membawa oksigen dalam bentuk oksihaemoglobin ( O2Hb ) dan paru-paru ke sel sel tubuh, dan membawa CO2  dalam bentuk CO2Hb dari sel-sel tubuh ke paru-paru. Dengan adanya CO2 haemoglobin dapat membentuk COHb. Jika reaksi demikian yang terjadi maka kemampuan darah untuk mentransport oksigen menjadi berkurang.
Konsentrasi COHb dalam darah < 1,0% tidak ada pengaruh, 1-2% penampilan agak tidak normal, 2-5% berpengaruh terhadap sistem saraf sentral, reaksi pancaindra tidak normal, pandangan kabur; >5% perubahan fungsi jantung 10 – 80%: Kepala pusing, mual, nberkunang-kunang, pingsan;  
c.    Keracunan Nitrogen oksida (NO2), dapat berupa gangguan iritasi selaput lendir pernafasan, sampai kematian. Gejala yang ditimbulkan dapat bersifat akut Oedema paru, sakit kepala, tenggorokan kering, batuk, nafas pendek, suhu badan naik, dan nyeri dada kanan.
Gejala yang bersifat kronik antara lain dengan iritasi ringan, rasa terbakar dan nyeri pada tenggorokkan dan dada, batuk, nafas pendek.
d.    Keracunan Ozon (O3), dapat menimbulkan, gangguan keseimbangan otot mata, alat pengecap, konsentrasi/berfikir. Gejala yang timbul dapat berupa akut dan kronis . Gejala akut antara lain :mulut kering, nyeri dada, lemah kaki dan tangan, susah tidur, dan batuk, sedangkan gejala kronik merupakan penyakit paru-paru.
e.    Keracunan Partikel Debu, dapat menimbulkan gangguan kesehatan, berupa Peradangan pada saluran pernafasan, gangguan penglihatan dan iritasi kulit. Gejala akut antara lain sesak nafas, gatal-gatal kulit.
f.     Keracunan Timbel (Pb), dapat merupakan gangguan pada sistim syaraf pusat pada anak, termasuk penurunan tingkat kecerdasan dan hiperaktifitas, kerusakan ginjal. Gejala yang bersifat akut: Hilang nafsu makan, konstipasi, lelah, sakit kepala, anemia, kelumpuhan anggota badan, kejang, gangguan penglihatan.
g.    Keracunan Hidrogen sulfida (H2S), dapat menimbulkan Asphixia, merusak sistim syaraf penciuman, ginjal dan hati.
h.    Keracunan Amoniak (NH3), dapat, menimbulkan gangguan Kesehatan, berupa iritasi mata, tenggorokan, dan oedema paru.
i.      Keracunan Hidro karbon (HC), dapat menimbulkan Kelelahan, leukopenia, anemia, dan efek karsinogenik.




Pengaruh terhadap lingkungan
karena pencemaran udara meliputi


A.   Aspek Rumah Kaca

Pemanasan global terjadi karenakan adanya gas rumah kaca ( uap air, CO2, N2O,  CH4, dan O3; Chloroflurokarbon ( CFC ) di atmosfir.

Pancaran radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi setelah melalui penerapan dari berbagai gas di atmosfir, sebagaian di antaranya dipantulkan dan diserap oleh permukaan bumi. Radiasi yang diserap dipancarkan lagi oleh permukaan bumi sebagai sinar infra merah yang bergelombang panjang.  Sinar tersebut di atmosfir kembali diserap oleh gas-gas rumah kaca, seperti uap air dan CO2 sehingga tidak terlepas k e angkasa luar, dan mengakibatkan panas terperangkap di troposfir, akhirnya meningkatkan suhu di permukaaan bumi dan lapisan troposfir.

Semakin tinggi adanya pencemaran udara, terutama gas dengan panjang gelombang 7.103 nm dan 13.103 makin sedekit infra merah dapat melalui jendela maka udara makin panas, dan semakin lama masa tinggal gas di atmosfir juga akan mempengaruhi kenaikan suhu bumi. (Setiap gas mempunyai waktu tinggal yang berbeda-beda).


B.   Penipisan Lapisan Ozon

Pada lapisan stratosfir, terdapat O3 yang melindungi kehidupan dimuka bumi, dari sinar ultraviolet. Peningkatan lubang Ozon akan meningkatkan jumlah penyakit kanker kulit, penyakit katarak, kanker kulit, menurunkan immunitas tubuh serta produksi pertanian dan perikanan.

Penyebab utama adanya lubang Ozon adalah akibat klorofluorokarbon yang biasa digunakan untuk aerosol (gas pendorong), alat pengkondisi udara, kulkas, pada industri plastik, karet busa, Styrofoam, dsbnya.

CFC –12 (digunakan di industri) dan CFC- 11(digunakan untuk busa kursi) CFC-13 (untuk membersihkan mikrochip), merupakan gas – gas tidak beracun, tidak mudah terbakar, dan sangat stabil atau tidak mengalami kerusakan akhirnya akan dapat mencapai stratosfir, dan akan terkena sinar ultravilet yang berenergi tinggi, sehingga mengalami dekomposisi dengan melepaskan atom khlor.

Atom Khlor sanngat reaktif dapat merusak ozon. Setiap atom khlor dapat merusak 100.000 molekul ozon.  Effisiensi penggunaan energi di industri, transportasi, pendaur ulangan CO2 menggunakan energi biomassa dan pengembangan energi yang tidak menghasilkan CO2 (energi angin, surya, PLTA) adalah merupakan alternatif pemecahan masalah.
Gas lain adalah Halon, yang diginakan pada alat pemadam kebakaran, ruang komputer, musium, tempat penyimpanan bahan berharga di bank.

Gambar Reaksi Penipisan Lapisan Ozon (oleh CFC12)
Cl2F2C + sinar UV                       ClF2C + Cl*
CL* + O3                                   ClO + O2
CLO + O                                   Cl* + O2
CL* + O3                                   dst 10.0000 – 100.000 kali

C.   Hujan Asam.           
Hujan asam ( deposisi Asam ) terjadi karena pembakaran bahan bakar terutama bahan bakar fosil, mengakibatkan terbentuk asam sulfat dan asam nitrat. Asam tersebut dapat diposisikan pada hutan, tanaman pertanian, danau, gedung sehingga merusak dan kematian pada organisme hidup. Kerusakan akan lebih parah dengan terbentuknya ozon yang beracun dari polutan NOx, melalui reaksi fotokimia, berdampak negatif terhadap kesehatan .

Pengendalian deposisi asam adalah melalui penggunaan bahan bakar rendah belerang, penggunaan gas alam, mengurangi kandungan belerang sebelum pembakaran, penghematan energi.


Bentuk klinis pneumonia merupakan bentuk tersering ditemukan. Gejala klinis timbul mendadak berupa demam tinggi, mialgia dan batuk kering.  Gejala non pulmoner seperti gangguan kesadaran ringan dan diare sering pula ditemukan.  Penumonia karena legionella biasanya tidak responsif terhadap pengobatan dengan sefalosporin berspektrum lebar ataupun aminoglikosida.  Abses paru umum ditemukan pada kasus yang fatal dan abses ini jarang dikenali pada rontgenogram. Penyembuhan penyakit berlangsung lama dan pada beberapa kasus diikuti oleh gejala residual akibat “ scarring “ paru-paru.

Penyebaran kuman melalui aliran darah sering terjadi pada kasus berat. Data satu penelitian menunjukkan bahwa pada 38 % kasus, kuman legionella dapat diisolasi dari darah. Berbagai gambaran klinis yang timbul akibat penyebaran hematogen diatas telah dilaporkan, antara lain dalam bentuk : empiema, perikarditis, miokarditis, endokarditis, pankreatitis, pielonefritis,  peritonitis, abses hepar, selulitis, ensefalitis, artritis, dsb.


Awas, Pencemaran UDARA Dalam Ruangan!

 
Sebenarnya sudah sejak tahun 1970, beberapa akhli kesehatan mulai prihatin tentang pencemaran udara dalam ruangan. Tetapi agaknya kita belum menyadari benar, betapa berbahayanya menghirup udara tercemar setiap hari selama bertahun-tahun tanpa usaha pencegahan sama sekali.
Bahaya ini memang tidak langsung tembak mati, tapi pelan-pelan kesehatan kita terganggu. Sebentar-sebentar pusing, sebentar-sebentar mual. Sesudah diobati dengan obat pusing dan obat mual, memang hilang, tapi tak lama kemudian kambuh lagi. Berapa lama lagi kita harus minum obat pusing semacam itu?
Gangguan ini akan menjadi kronis, kalau kita membiarkan pencemaran dalam ruangan itu berjalan terus, hanya karena kita tidak mau peduli terhadap kesegaran lingkungan.
Sebagian besar waktu kita habiskan dalam ruangan. Dari kamar tidur malam hari, ke ruangan kantor (sekolah atau ruang kuliah) dan restoran atau kantin pengap, sampai ke ruang pertemuan dan ruang tamu rumah sendiri, untuk masuk ke kamar tidur lagi.
Pencemar ruangan yang paling akrab kita kenal ialah asap rokok. Menyadari bahwa kebiasaan merokok tidak mungkin ditinggalkan, di beberapa negara maju yang rakyatnya sudah peduli lingkungan, disediakan tempat khusus bagi para perokok yang berkunjung ke tempat umum, seperti restoran, ruang tunggu kantor, lobi hotel. Tindakan yang bagus ini patut diteladani, walaupun ada yang masih risi melihat diskriminasi tempat, seperti pada zaman politik apartheid. Para perokok seolah-olah dilarang merokok di kawasan non-smoking area.
Dalam pesawat terbang tertentu, seperti pesawat Singapore Airlines dan Sempati Air misalnya, para penumpang bukan perokok pernah disediakan tempat yang nyaman di bagian depan dan tengah pesawat, sedangkan para perokok diberi tempat di bagian ekor. Benar-benar apart!
Tetapi akhir-akhir ini apartheid itu dihapus. Semua penumpang tanpa kecuali dilarang merokok sama sekali selama berada dalam kabin yang ber-AC.
Di negeri kita, kadang ada restoran dan tempat umum yang menyediakan tempat pengasingan semacam itu, tapi kadang juga tidak. Untuk menghindarkan diri dari pencemar ruangan ini, sebaiknya kita membiasakan diri untuk duduk di kawasan non-smoking area, kalau kita memang bukan perokok.
Pencemar ruangan kedua ialah udara pengap dalam kamar tidur, kamar kecil, dan kabin mobil yang tidak diberi kesempatan untuk bertukar dengan udara luar yang segar, karena tidak ada waktu.
Pagi mobil dipakai segera, dan ditutup terus jendelanya karena AC-nya dijalankan. Lalu ia diparkir. Juga ditutup rapat, karena kita tidak percaya pada tukang parkir yang lazimnya merasa tidak wajib menjaga keamanan mobil terhadap pencoleng isi mobil, tapi sibuk terus membagikan karcis di pintu masuk, atau memungut karcis dan uang di pintu keluar.
Ketika mobil kita kembali ke rumah, biasanya sudah sore dan tidak sempat dibuka kabinnya untuk diangin-anginkan, karena kita sudah capek.
Ruangan mobil ber-AC memang tidak begitu merisaukan kalau mobil itu masih baru, dan karet-karet penyekatnya masih utuh. Tetapi mobil lansia yang karet penyekatnya sudah bocor, kabin ber-AC-nya bisa kemasukan udara tercemar dari luar, buangan sesama mobil yang macet total. Gas yang tersekap ini tidak mau keluar lagi, tapi malah diedarkan oleh AC ke semua lubang hidung para penumpang.
Untuk menetralkan pengaruh pencemar ruangan ini, kita perlu setiap hari pergi ke lapangan terbuka yang udaranya bersih, atau ke sudut kebun rumah sendiri, lalu menghirup udara bersih sebanyak-banyaknya. Paling menguntungkan kalau ini dilakukan pagi hari, ketika udara belum tercemar oleh gas buangan kendaraan bermotor.

Indoor Air Quality

Pollutants and Sources of Indoor Air Pollution

What Causes Indoor Air Problems?
Indoor pollution sources that release gases or particles into the air are the primary cause of indoor air quality problems in homes. Inadequate ventilation can increase indoor pollutant levels by not bringing in enough outdoor air to dilute emissions from indoor sources and by not carrying indoor air pollutants out of the home. High temperature and humidity levels can also increase concentrations of some pollutants.


Pollutant Sources
There are many sources of indoor air pollution in any home. These include combustion sources such as oil, gas, kerosene, coal, wood, and tobacco products; building materials and furnishings as diverse as deteriorated, asbestos-containing insulation, wet or damp carpet, and cabinetry or furniture made of certain pressed wood products; products for household cleaning and maintenance, personal care, or hobbies; central heating and cooling systems and humidification devices; and outdoor sources such as radon, pesticides, and outdoor air pollution.
The relative importance of any single source depends on how much of a given pollutant it emits and how hazardous those emissions are. In some cases, factors such as how old the source is and whether it is properly maintained are significant. For example, an improperly adjusted gas stove can emit significantly more carbon monoxide than one that is properly adjusted.
Some sources, such as building materials, furnishings, and household products like air fresheners, release pollutants more or less continuously. Other sources, related to activities carried out in the home, release pollutants intermittently. These include smoking, the use of unvented or malfunctioning stoves, furnaces, or space heaters, the use of solvents in cleaning and hobby activities, the use of paint strippers in redecorating activities, and the use of cleaning products and pesticides in house-keeping. High pollutant concentrations can remain in the air for long periods after some of these activities.
Amount of Ventilation
If too little outdoor air enters a home, pollutants can accumulate to levels that can pose health and comfort problems. Unless they are built with special mechanical means of ventilation, homes that are designed and constructed to minimize the amount of outdoor air that can "leak" into and out of the home may have higher pollutant levels than other homes. However, because some weather conditions can drastically reduce the amount of outdoor air that enters a home, pollutants can build up even in homes that are normally considered "leaky".
How Does Outdoor Air Enter a House?

Outdoor air enters and leaves a house by: infiltration, natural ventilation, and mechanical ventilation. In a process known as infiltration, outdoor air flows into the house through openings, joints, and cracks in walls, floors, and ceilings, and around windows and doors. In natural ventilation, air moves through opened windows and doors. Air movement associated with infiltration and natural ventilation is caused by air temperature differences between indoors and outdoors and by wind. Finally, there are a number of mechanical ventilation devices, from outdoor-vented fans that intermittently remove air from a single room, such as bathrooms and kitchen, to air handling systems that use fans and duct work to continuously remove indoor air and distribute filtered and conditioned outdoor air to strategic points throughout the house. The rate at which outdoor air replaces indoor air is described as the air exchange rate. When there is little infiltration, natural ventilation, or mechanical ventilation, the air exchange rate is low and pollutant levels can increase.

Indoor Air Pollution and Health
Health effects from indoor air pollutants may be experienced soon after exposure or, possibly, years later.
Immediate effects
Immediate effects may show up after a single exposure or repeated exposures. These include irritation of the eyes, nose, and throat, headaches, dizziness, and fatigue. Such immediate effects are usually short-term and treatable. Sometimes the treatment is simply eliminating the person's exposure to the source of the pollution, if it can be identified. Symptoms of some diseases, including asthma, hypersensitivity pneumonitis, and humidifier fever, may also show up soon after exposure to some indoor air pollutants.
The likelihood of immediate reactions to indoor air pollutants depends on several factors. Age and preexisting medical conditions are two important influences. In other cases, whether a person reacts to a pollutant depends on individual sensitivity, which varies tremendously from person to person. Some people can become sensitized to biological pollutants after repeated exposures, and it appears that some people can become sensitized to chemical pollutants as well.
Certain immediate effects are similar to those from colds or other viral diseases, so it is often difficult to determine if the symptoms are a result of exposure to indoor air pollution. For this reason, it is important to pay attention to the time and place symptoms occur. If the symptoms fade or go away when a person is away from home, for example, an effort should be made to identify indoor air sources that may be possible causes. Some effects may be made worse by an inadequate supply of outdoor air or from the heating, cooling, or humidity conditions prevalent in the home.
Long-term effects
Other health effects may show up either years after exposure has occurred or only after long or repeated periods of exposure. These effects, which include some respiratory diseases, heart disease, and cancer, can be severely debilitating or fatal. It is prudent to try to improve the indoor air quality in your home even if symptoms are not noticeable.
While pollutants commonly found in indoor air are responsible for many harmful effects, there is considerable uncertainty about what concentrations or periods of exposure are necessary to produce specific health problems. People also react very differently to exposure to indoor air pollutants. Further research is needed to better understand which health effects occur after exposure to the average pollutant concentrations found in homes and which occurs from the higher concentrations that occur for short periods of time.
Additional Resources

28/01/11

GANGGUAN KEBISINGAN DARI AKTIVITAS PENDULANGAN INTAN DI JALAN TRANSPOL KELURAHAN SUNGAI TIUNG KECAMATAN CEMPAKA KOTA BANJARBARU TAHUN 2010.

                                                             
                                                               KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MENKES BANJARMASIN
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
BANJARBARU
TAHUN 2010

A B S T R A K


KARYA TULIS ILMIAH
MAWARDI (PO 7133007249)

GANGGUAN KEBISINGAN DARI AKTIVITAS PENDULANGAN INTAN DI JALAN TRANSPOL KELURAHAN SUNGAI TIUNG KECAMATAN CEMPAKA KOTA BANJARBARU TAHUN 2010.
(  xv + 96 halaman, tabel, gambar dan lampiran).

             Kegiatan pendulangan intan tradisional yang terdapat di kecamatan Cempaka memang merupakan salah satu obyek wisata daerah yang mungkin daerah lain tidak ada. Namun, dari kegiatan tersebut akan terasa dampak yang negatif bagi masyarakat yang bermukin disekitar wilayah tambang tersebut. Suara tersebut bisa berasal dari bunyi mesin pendulangan maupun dari truk pengangkut pasir dan kerikil yang bolak-balik mengangkut keluar areal untuk di jual pada yang membutuhkan. Suara bising yang ditimbulkan tersenut lama kelamaan akan menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat diantaranga gangguan komunikasi, susah tidur, gangguan pekerjaan, mudah marah, keluar keringat pada tangan dan kaki serta kaget.
            Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gangguan kebisingan pada masyarakat yang bermukim disekitar pendulangan intan di jalan Transpol Kelurahan sungai Tiung Kecamatan Cempaka kota Banjarbaru.
            Hasil pengukuran kebisingan permukiman pada hari kerja cukup tinggi yang dihasilkan dari bunyi mesin pendulangan/dumping dan truk serta kendaraan yang melintas di jalan tersebut. Intensitas kebisingan yang memapar penduduk di kawasan areal pendulangan 67,5 – 74,9 dBA.
Bagi masyarakat yang bekerja sebagai pendulang hendaklah melakukan perawatan mesin secara teratur, baik dan benar.
            Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini hendaknya pendulang agar mempunyai izin dan adanya aturan yang harus dipatuhi bagi pendulang dan pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan, menertibkan bangunan yang berada dekat dengan tepi jalan, bagi masyarakat agar dapat memperhatikan jenis bahan bangunan yang mempunyai fungsi optimal dalam meredam bising dan bergotong royong dalam kegiatan penghijauan di lingkungan rumah dan di areal bekas lokasi pendulangan.

Kata kunci        : Kebisingan, Aktivitas Pendulangan, Masyarakat, Jalan Transpol .
Kepustakaan     : 27 (1985 – 2010).

ANGKA KUMAN UDARA RUANG PERAWATAN BAYI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) dr. H. SOEMARNO SOSROATMODJO KUALA KAPUAS TAHUN 2010


KEMENTERIAN KESEHATAN R.I
POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN BANJARBARU
TAHUN 2010

STTU
ABSTRAK

Karya Tulis Ilmiah

SYAIFUL BAHRI
ANGKA KUMAN UDARA RUANG PERAWATAN BAYI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) dr. H. SOEMARNO SOSROATMODJO KUALA KAPUAS TAHUN 2010, xii +  48 Halaman ; 8 Tabel;  1 Gambar;  4 Lampiran.

RSUD dr.H.Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas melakukan sterilisasi ruangan menggunakan penyinaran dengan ultra violet. Salah satu ruangan tersebut adalah ruangan bayi. Ruang perawatan bayi merupakan salah satu ruang yang berpotensi tinggi untuk terjadinya penularan penyakit infeksi nosokomial.
 Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jumlah angka kuman udara ruang perawatan bayi di RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas tahun 2010. Jenis penelitian adalah bersifat deskriptif yaitu memberi gambaran jumlah angka kuman udara ruang perawatan bayi yang hasilnya dibandingkan dengan standar Kepmenkes 1204/2004.
Angka kuman udara pada siang hari diketahui antara 335-1050 CFU/m3 udara. Keadaan ini menunjukkan bahwa angka kuman udara berada di atas standar yang dipersyaratkan yaitu 200 CFU/m3 udara.
Penyebab tingginya angka kuman tersebut dimungkinkan karena keadaan suhu dan kelembaban udara serta sistem ventilasi.
 Upaya pemecahan masalah dapat dilakukan secara teknis maupun non teknis untuk menurunkan angka kuman udara. Secara teknis seperti penyempurnaan prosedur pembersihan, pembersihan sistem ventilasi, penyempurnaan bangunan, sedangkan secara non teknis seperti peningkatan pengawasan dan mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi petugas kebersihan ruangan.



Kata kunci      :    Kuman udara, ruang perawatan bayi, RSUD
Kepustakaan   :    13, (1988-2008)

26/01/11

Kesling 07




Mahasiswa Kesling (B) Angkatan 2007

ade

roby

fachmi

eka

ibu rissa

ela

khatmi

nani

sa'adah

rina

pa mawardi

ibu yuli

anggi

yeti

dani

irmalia

rahmi

pa syaiful

mila

dyan

roy

ais

memet

ghody

revan

khairi

lia

rini

maya

fauji

putri

hendra