Sebelum penerapan Perda Provinsi Kalsel No. 3 tahun 2008 di Kalimantan Selatan khususnya Banjarbaru, jalan umum selain digunakan oleh angkutan publik juga digunakan oleh angkutan batubara. Setiap harinya, ribuan truk pengangkut batubara melewati jalan-jalan umum mengangkut jutaan ton batubara setiap tahunnya. Penggunaan ruas jalan umum untuk angkutan batubara telah menggangu kepentingan masyarakat banyak. Aktivitas ini sangat menggangu pengguna jalan lainnya, menimbulkan banyak kecelakaan, kerusakan jalan dan jembatan yang tentunya akan meningkatkan biaya pemeliharaan jalan dan jembatan, bahkan debunya telah mencemari lingkungan sekitar sepanjang jalan yang dilewati. Disamping kerugian-kerugian yang dapat secara langsung dirasakan, juga terselip bahaya yang ditimbulkan oleh debu batubara yang dihasilkan pada saat batubara tersebut diangkut oleh truk-truk tersebut ketika melintas di jalan-jalan umum, adapun bahaya tersebut antara lain; Penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA), dan dalam jangka panjang akan berakibat pada kanker (kanker paru). Kebijakan yang mengizinkan angkutan batubara melintasi jalan umum ini juga telah melanggar ketentuan Undang – Undang RI Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan – ketentuan Pokok Pertambangan yang diperbaharui menjadi Undang - Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Di tahun 2005 tercatat jumlah unit angkutan batubara mencapai 2.473 unit per hari di Kab. Tapin, belum ditambah angkutan dari kabupaten lainnya, sedangkan berdasarkan pengamatan WALHI Kalsel di Kabupaten Banjar dan Banjarbaru tingkat kepadatan angkutan batubara perharinya tidak kurang dari 1.300 truk per hari. Sehingga menambah kepadatan arus lalu lintas di jalan umum yang juga diperuntukkan untuk angkutan umum dan jenis angkutan pribadi lainnya. Kemudian juga terdapat keluhan masyarakat sekitar yang sudah merasa terganggu dengan aktivitas angkutan tersebut.
Pada akhir tahun 2008 Pemerintah Provinsi mengeluarkan Peraturan Daerah No.3 Tentang Pelarangan Truk Angkutan Batubara dan Perkebunan melewati Jalan Umum yang sudah diberlakukan sejak tanggal 23 Juli 2009 yang berlaku efektif setahun kemudian banyak membawa manfaat, yaitu selain menurunnya intensitas terjadinya kecelakaan juga terhadap kadar debu di ruas jalan yang dilintasi oleh angkutan batubara tersebut.
Dari gambar terlihat kadar debu setelah penerapan Perda Provinsi Kalsel No. 3 Tahun 2008 lebih rendah dibanding sebelumnya. Kadar debu tertinggi rata-rata sebelum dan sesudah penerapan perda terdapat pada lokasi Simpang Tiga Jalan H. Mistar Cokrokusumo dengan Jalan Trikora yaitu dari 1.604,72 µg/m³ menjadi 253,2 µg/m³. Pada lokasi terjadi penurunan yang sangat signifikan sebesar 84,2 %, pada lokasi lain seperti di depan Komplek Cahaya Ratu Elok Banjarbaru terjadi penurunan sebesar 78,1 %, semua kadar debunya adalah 446,71 µg/m³ menjadi 97,8 µg/m³,sedangkan di lokasi depan kampus Poltekkes Banjarmasin (di Jalan H. Mistar Cokrokusumo) terjadi penurunan sebesar 78,7 % yaitu dari 501,35 µg/m³ menjadi 106,7 µg/m³. Penurunan kadar debu terjadi pada seluruh titik pantau hal ini menunjukkan penerapan Perda Provinsi Kalsel No. 3 Tahun 2008 efektif menurunkan kadar debu di ruas Jalan H. Mistar Cokrokusumo.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar debu tersebut adalah.
1. Arus lalu lintas sebelum penerapan Perda Provinsi Kalsel No. 3 Tahun 2008 lebih tinggi dari hasil pengukuran. Arus lalu lintas penelitian Wahdah sebesar 1131,6 smp/jam yang merupakan penjumlahan arus lalu lintas umum dengan truk angkutan batubara sedangkan hasil pengukuran 2010 sebesar 705 smp/jam. Tingginya arus lalu lintas pada penelitian Wahdah 2007 disebabkan oleh diizinkannya truk angkutan batubara melintas. 46,3 % dari arus lalu lintas pada penelitian Wahdah 2007 adalah truk angkutan batubara. Sedangkan arus lalu lintas pada pengukuran 2010 truk angkutan batubara tidak diizinkan melintas sehingga arus lalu lintas lebih rendah.Tingginya arus lalu lintas di suatu ruas jalan menyebabkan lebih besarnya hembusan angin oleh lintasan kendaraan, sehingga dispersi debu juga akan semakin besar.
Tetapi pada lokasi Simpang Jalan Trikora selain arus lalu lintas juga disebabkan kondisi jalan yang banyak terdapat material pasir dan tanah dan tempat berkumpulnya angkutan truk yang menunggu muatan pasir.
2. Diizinkannya truk angkutan batubara melintas di jalan umum memungkinkan timbulnya ceceran batubara di jalan. Ceceran ini apabila terlindas oleh kendaraan lainnya dapat menyebabkan debu.
Hal lain yang memperkuat adalah suhu dan kelembaban udara, semakin tinggi suhu udara dan semakin rendah kelembaban maka dispersi debu juga akan semakin besar. Hasil penelitian Tahun 2010 ini menunjukkan bahwa suhu udara lebih tinggi dibanding suhu udara penelitian terdahulu (Suhu pada penelitian Wahdah 2007 = 29,8 ºC, sedangkan suhu pengukuran 2010 ini = 32,5 ºC, Kelembaban pada penelitian Wahdah 2007 = 87,7 % sedangkan kelembaban udara pengukuran 2010 = 79,9 %) pada kondisi demikian seharusnya debu hasil pengukuran sekarang lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 yang lalu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kadar debu yang terukur di ruas jalan penelitian ini sangat dipengaruhi oleh banyaknya lintasan kendaraan atau arus lalu lintas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar debu sebelum penerapan Perda Provinsi Kalsel No. 3 Tahun 2008 lebih tinggi dari kadar debu setelah penerapan Perda Provinsi Kalsel No. 3 Tahun 2008, sehingga diharapkan penerapan perda ini tetap dipertahankan. Dilakukan peningkatan pengawasan pada penerapan perda misalnya dengan melaksanakan inspeksi pada truk-truk yang melintas, karena masih terlihat truk yang melintas dengan muatan yang tertutup rapat sehingga tidak terlihat bahan muatan yang dibawa. Melakukan perbaikan jalan khususnya pada Simpang Jalan Trikora karena salah satu penyebab kadar debu terukur pada lokasi tersebut melebihi nilai ambang batas adalah kondisi jalan yang banyak material pasir dan tanah.
Penulis ; 1) Yeti Agustina 2) Junaidi Poltekkes Banjarmasin di Banjarbaru